Sumber Daya Manusia
Manajemen merupakan proses untuk mencapai
tujuan organisasi. Manajemen bisa sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang logis
dan sistematis juga sebagai suatu kreativitas pribadi yang disertai suatu
keterampilan.
Sadili Samsudin dalam bukunya Manajemen
Sumber Daya Manusia (2006 : 18) mengutip pendapat G.R. Terry dalam Principless
of Manajemen memberikan pengertian sebagai berikut :
“Management is a distict process consisting of planning, organizing,
actuating, and controlling performed to determine and accomplish stated
objectives by the use of human being and other resources”
“Manajemen adalah suatu proses yang
khas, yang terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang
telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya
lainnya”.
Menurut Mary Parker Follet dalam
bukunya menyatakan bahwa manajemen adalah seni mencapai sesuatu melalui orang
lain (manajement is the art of getting
things done thourh the other)
Dari definisi manajemen di atas maka dapat
diketahui bahwa ada dua istilah yang diberikan para ahli mengenai istilah
manajemen yaitu sebagai seni yang merupakan kreativitas pribadi yang disertai
suatu keterampilan dan ada pula yang memberikan definisi manajemen sebagai
suatu ilmu yang merupakan kumpulan pengetahuan yang logis dan sistematis. Maka
suatu organisasi untuk mencapai tujuannya tidak akan terlepas dari aktivitas
manajemen. Manajemen menginginkan tujuan organisasi tercapai dengan efisien dan
efektif.
Adapun fungsi manajemen diantaranya :
1.
Perencanaan (Planning)
adalah kegiatan menetapkan tujuan organisasi dan memilih cara terbaik untuk
mencapai tujuan tersebut.
2.
Pengorganisasian (Organizing
dan Staffing) adalah kegiatan mengkoordinir sumber daya, tugas, dan
otoritas diantara anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai
dengan efisien dan efektif.
3.
Pengarahan (Leading)
adalah membuat bagaimana orang-orang tersebut bekerja untuk mencapai tujuan
organisasi tersebut.
4.
Pengendalian (Controlling)
bertujuan untuk melihat apakah organisasi berjalan sesuai rencana.
Manajemen sumber
daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang
meliputi segi-segi : perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran,
keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia mempunyai peranan
penting dalam mencapai tujuan perusahaan, maka pengalaman dan hasil penelitian
bidang SDM dikumpulkan secara sistematis selanjutnya disebut dengan manajemen
sumber daya manusia. Menurut Veithzal
Rivai (2008:1) istilah manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan
tentang bagaimana seharusnya memanage
(mengelola) sumber daya manusia. Dengan manajemen maka pemanfaatan sumber daya
yang ada dapat lebih optimal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan.
Dalam usaha
mencapai tujuan perusahaan, permasalahan yang dihadapi oleh manajemen semakin
kompleks seiring dengan perkembangan teknologi di era globalisasi ini. Pada
masa kini persoalan manajemen tidak hanya terdapat pada bahan mentah atau bahan
baku akan
tetapi juga menyangkut prilaku karyawan atau sumber daya manusia. Seperti
sumber daya lainnya, sumber daya manusia merupakan masukan (input) yang diolah oleh perusahaan dan menghasilkan keluaran (output). Sumber daya manusia merupakan
asset bagi perusahaan yang apabila dimanage akan menghasilkan output kinerja
bagi perusahaan yang tentunya akan menguntungkan bagi perusahaan. Sumber daya
manusia yang belum mempunyai keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan
perusahaan apabila dilatih, diberikan pengalaman dan diberikan motivasi untuk
berkembang maka akan menjadi asset yang sangat menguntungkan bagi perusahaan.
Pengelolaan sumber daya manusia inilah yang disebut dengan manajemen sumber
daya manusia. Dengan kata lain manajemen sumber daya manusia adalah
mengembangkan pegawai dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran individu maupun
organisasi.
Sedarmayanti (2007
: 13) mengatakan bahwa: “Manajemen
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek manusia
atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring,
melatih, memberi penghargaan dan penilaian”. Menjadi tugas utama manajemen
sumber daya manusia yaitu mengelola pegawai se-efisien dan se-efektif mungkin
agar diperoleh pegawai yang produktif dan dapat memberikan keuntungan yang
maksimal bagi perusahaan. Secara khusus Sedarmayanti (2007 : 13) mengungkapkan bahwa manajemen
sumber daya manusia bertujuan untuk :
1.
Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan
pegawai cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi seperti yang
diperlukan.
2.
Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada
manusia kontribusi, kemampuan dan kecakapan mereka.
3.
Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang
meliputi prosedur perekrutan dan seleksi yang teliti, sistem kompensasi dan
insentif yang tergantung pada kinerja, pengembangan manajemen serta aktifitas
pelatihan yang terkait “kebutuhan bisnis”.
4.
Mengembangkan praktek manajemen dengan komitmen tinggi yang
menyadari bahwa karyawan adalah pihakterkait dalam organisasi Yang bernilai
membantu dan membentuk pengembangan iklim kerjasama dan kepercayaan bersama.
5.
Menciptakan iklim, dimana hubungan yang produktif dan
harmonis dapat dipertahankan melalui asosiasi antara manajemen dengan karyawan.
6.
Mengembangkan iklim lingkungan dimana kerjasama tim dan
fleksibilitas dapat berkembang.
7.
Membantu organisasi menyeimbangkan dan mengadaptasikan
kebutuhan pihak terkait (pemilik,
lembaga atau wakil pemerintah,
manajemen, karyawan, pelanggan,
pemasok dan masyarakat luas).
8.
Memastikan bahwa orang dinilai atau dihargai berdasarkan apa
yang mereka lakukan dan mereka capai.
9.
Mengelola karyawan yang beragam, memperhitungkan perbedaan
individu dan kelompok dalam kebutuhan penempatan, gaya kerja dan aspirasi.
10. Memastikan bahwa
kesamaan tersedia untuk semua.
11. Mengadopsi
pendekatan etis untuk mengelola karyawan yang didasarkan pada perhatian untuk
karyawan, keadilan dan transportasi.
12. Mempertahankan dan
memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental karyawan.
Untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut di atas manajemen sumber daya manusia harus malaksanakan
beberapa kelompok aktivitas yang semuanya saling berhubungan dan terkait,
seperti yang terjadi dalam konteks organisasi meliputi : perencanaan sumber
daya manusia, kompensasi dan tunjangan kesehatan, keselamatan dan keamanan,
hubungan karyawan dan buruh. Namun di era globalisasi dimana teknologi membuat
dunia seolah tanpa batas maka lingkungan eksternal menjadi bagian penting yang
harus menjadi pertimbangan bagi semua pimpinan dalam melaksanakan aktivitas
sumber daya manusia diantaranya : hukum,politik, ekonomi, sosial, budaya dan
teknologi. Hal ini dikarenakan lingkungan eksternal seolah menjadi bagian tak
terpisahkan dari organisasi itu sendiri.
1 Kepemimpinan
Konsep tentang
kepemimpinan dalam dunia pendidikan tidak bisa terlepas dari konsep
kepemimpinan secara umum. Konsep kepemimpinan secara umum sering dipersamakan
dengan manajemen, padahal dua hal tersebut memiliki perbedaan yang cukup
berarti.
Dalam buku
kepemimpinan karangan Miftah Toha (2006 : 5) mengartikan bahwa : “Kepemimpinan adalah aktivitas untuk
mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi.”
Pengertian di atas
didukung oleh pendapat Stephen P. Robbins dalam buku Manajement, Seven edition
yang dialih bahasa oleh T. Hermaya (2005 : 128) memberikan arti kepemimpinan
sebagai berikut : “Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kelompok menuju
tercapainya sasaran”. Sedangkan menurut AlanTucker dalam Syafarudin (2002 : 49)
mengemukakan bahwa : “kepemimpinan sebagai kemampuan mempengaruhi atau
mendorong seseorang atau sekelompok orang agar bekerja secara sukarela untuk
mencapai tujuan tertentu atau sasaran dalam situasi tertentu”. Hal ini
memberikan suatu perspektif bahwa seorang manajer dapat berperilaku sebagai
seorang pemimpin, asalkan dia mampu mempengaruhi perilaku orang lain untuk
mencapai tujuan tertentu. Tetapi seorang pemimpin belum tentu harus menyandang
jabatan manajer.
Menurut Andrew J.
Dubrin dalam Buku The Complete Ideal’s Guides to Leadership 2nd
Edition yang dialih bahasa oleh Tri Wibowo BS (2006 : 4) arti kepemimpinan yang
sesungguhnya dapat dijelaskan dengan banyak cara. Berikut ini adalah beberapa
definisinya :
1. Kepemimpinan adalah upaya
mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan.
2. Kepemimpinan adalah cara
mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah
3. Kepemimpinan adalah tindakan yang
menyebabkan orang lain bertindak atau merespon dan menimbulkan perubahan
positif.
4. Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis
penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai
tujuan.
5. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan
organisasional tercapai.
Kepemimpinan
sebenarnya dapat berlangsung dimana saja, karena kepemimpinan merupakan proses
mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu dalam rangka mencapai maksud
tertentu. Berdasarkan definisi kepemimpinan yang berbeda terkandung kesamaan
arti yang bersifat umum.
Seorang pemimpin
merupakan orang yang memberikan inspirasi, membujuk, mempengaruhi dan
memotivasi orang lain. Untuk membedakan pemimpin dari non-pemimpin dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan teori perilaku.
Menurut Stephen P
Robbins dalam buku Management, Seven Edition yang dialih bahasa oleh T. Hermaya
(2005 : 129) menyatakan bahwa : “Teori prilaku adalah teori-teori kepemimpinan
yang mengenali perilaku yang membedakan pemimpin yang efektif dari yang tidak
efektif”. Teori perilaku ini tidak hanya memberikan jawaban yang lebih pasti
tentang sifat kepemimpinan, tetapi juga mempunyai implikasi nyata yang cukup
berbeda dari pendekatan ciri.
Selanjutnya Stephen
P Robbins dalam buku yang sama mengemukakan bahwa terdapat enam ciri yang
berkaitan dengan kepemimpinan yaitu :
1. Dorongan. Pemimpin menunjukkan
tingkat usaha yang tinggi.
2. Kehendak untuk memimpin. Pemimpin
mempunyai kehendak yang kuat untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain.
3. Kejujuran dan integritas. Pemimpin
membangun hubungan saling mempercayai antara mereka sendiri dan pengikutnya
dengan menjadi jujur dan tidak menipu.
4. Kepercayaan diri. Para
pengikut melihat pemimpinnya tidak ragu akan dirinya.
5. Kecerdasan. Pemimpin haruslah cukup
cerdas untuk mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan banyak informasi, dan
mereka perlu mampu untuk menciptakan visi, memecahkan masalah, dan membuat
keputusan yang tepat.
6. Pengetahuan yang terkait dengan
pekerjaan. Pemimpin yang efektif mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi
tentang perusahaan, industry dan hal-hal teknis.
Menurut Thoha dalam
buku Kepemimpinan dalam Manajemen (2006 : 31) terdapat beberapa teori kepemimpinan
diantaranya :
1.
Teori Sifat (Trait Theory)
Ada empat sifat yang
berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan, yaitu : kecerdasan, kedewasaan
dan kekuasaan hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan berprestasi,
sikap-sikap hubungan kemanusiaan.
2.
Teori Kelompok
Teori ini beranggapan bahwa kelompok
bisa mencapai tujuan-tujuannya, harus terdapat suatu pertukaran yang positif
diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya.
3.
Teori Situasional
Teori ini mengemukakan bahwa
kepemimpinan dipengaruhi situasi-situasi yang ada di sekitarnya.
4.
Teori Jalan Kecil – Tujuan
Teori ini menggunakan kerangka teori
motivasi. Mereka beranggapan bahwa perilaku pemimpin akan bisa menjadi faktor
motivasi terhadap bawahan, jika perilaku itu dapat memuaskan.
5.
Teori Social Learning
Merupakan suatu teori yang dapat
memberikan suatu model yang menjamin kelangsungan, interaksi timbale balik
antara pemimpin lingkungan dan perilakunya sendiri.
Penjelasan teori
kepemimpinan ini melahirkan suatu tinjauan bahwa untuk memimpin seseorang harus
memiliki gaya
kepemimpinan.
Menurut Robbins
dalam buku Management Seven Edition yang dialih bahasa oleh T Hermaya (2005 :
130) ada beberapa gaya atau Style kepemimpinan yang banyak mempengaruhi
keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya,
diantaranya :
1.
Pada Periode Pertama
-
Gaya Otokratis :
Pemimpin yang cenderung memusatkan wewenang, mendiktekan metode kerja, membuat
keputusan
unilateral, dan membatasi partisipasi karyawan.
-
Gaya Demokratis :
Pemimpin yang cenderung melibatkan karyawan dalam mengambil keputusan,
mendelegasikan wewenang, mendorong partisipasi dalam memutuskan metode dan
sasaran kerja dan menggunakan umpan balik sebagai peluang untuk melatih
karyawan.
-
Gaya Laissez-Faire :
Pemimpin yang umumnya memberikan kelompok kebebasan penuh untuk membuat
keputusan dan menyelesaikan pekerjaan dengan cara apa saja yang dianggap
sesuai.
2.
Pendapat para Ahli
-
Gaya Kepemimpinan
Kontinum
Terdapat dua bidang pengaruh yang eksterm antara
pengaruh pemimpin dan kebebasan bawahan.
-
Gaya Managerial Grid
Dimana manajer berhubungan dengan dua hal yaitu
produksi dan orang-orang.
-
Tiga Dimensi dari Reddin
Merupakan gaya
penyempurnaan dari manajerial grid dengan menambahkan efektivitas dalam
modelnya.
-
Empat Sistem
Manajemen dari Likert
Dimana pemimpin dapat berhasil jika bergaya
participative management, yaitu jika berorientasi pada bawahan dan mendasarkan
pada komunikasi.
Berdasarkan
beberapa pembahasan tentang teori kepemimpinan tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama agar mau melakukan tindakan dan
perbuatan dalam mencapai tujuan bersama.
2. Motivasi Kerja
Motivasi adalah
serangkaian sikap dan nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang
spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan
suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu
bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Veithzal (2005 : 455 ). Beliau juga
mengemukakan : “Dua hal yang dianggap sebagai dorongan individu yaitu arah
prilaku (kerja untuk mencapai tujuan) dan kekuatan prilaku (seberapa kuat usaha
individu dalam bekerja)”.
Beberapa ahli
mengemukakan teori motivasi diantaranya :
a.
Teori Kebutuhan dari Maslow (Hierarchy of Need Theory)
Kebutuhan dapat didefinisikan
sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan
yang dialami antara kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi
maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya jika kebutuhannya terpenuhi maka pegawai akan
memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puas.
Menurut Abraham Maslow mengemukakan
bahwa hirarki kebutuhan manusia adalah :
1.
Kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan
yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti
makan, minum, udara, perumahan dan lainnya. Dalam organisasi
kebutuhan-kebutuhan ini dapat berupa uang, hiburan, program pension, lingkungan
kerja yang nyaman.
2.
Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security
need) yaitu kebutuhan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman
kecelakaan dalam melakukan pekerjaan. Dalam
organisasi kebutuhan ini dapat berupa keamanan kerja, senioritas, program
pemberhentian kerja, uang pesangon.
3.
Kebutuhan rasa memiliki (social need) yaitu kebutuhan akan
teman, cinta dan memiliki. Sosial need di dalam organisasi dapat berupa keompok
kerja (team work) baik secara formal maupun informal.
4.
Kebutuhan akan harga diri (esteem need or status needs)
yaitu kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise
dari karyawan dan masyarakat lingkungan. Dalam organisasi kebutuhan ini dapat
berupa reputasi diri, gelar dsb.
5.
Kebutuhan akan perwujudan diri (self actualization) adalah
kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunaka kecakapan, kemampuan,
keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat
memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain.
Selanjutnya, Abraham Maslow
berpendapat bahwa orang dewasa (pegawa bawahan) secara normal harus terpenuhi
minimal 85% kebutuhan fisiologi, 70%
kebutuhan rasa aman, 50% kebutuhan sosial, 40% kebutuhan penghargaan, dan 15%
kebutuhan aktualisasi diri, keluarga, dan bisa menjadi penyebab terjadinya
konflik kerja.
Dengan demikian, jika kebutuhan pegawai
tidak terpenuhi, pemimpin akan mengalami kesulitan dalam memotivasi pegawai.
b.
Teori Motivasi Dua Faktor dari Herzberg (the two Factors
Theory)
Frederick Herzberg, Bernard Mausner
dan Barbara Snyderman mengadakan studi
tentang motivasi kerja karyawan industri. Berdasarkan studi tersebut, Herzberg
dan kawan-kawan merumuskan teori motivasi yang disebut dengan Teori Dua Faktor.
Teori ini dikenal juga dengan teori Motivator
– Hygienes. Tim peneliti ini mengadakan penelitian terhadap 203 akuntan dan
insinyur. Teknik pengumpulan data adalah wawancara dan interviu.
Atas dasar hasil penelitiannya,
Herzberg memisahkan dua kategori pekerjaan, yaitu :
1.
Faktor “Motivasional”
Menurut teori ini yang dimaksud
faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya
instrinsik yang berarti bersumber dalam diri seseorang.
2.
Faktor “Hygiene”
Yang dimaksud dengan faktor hygiene
atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan prilaku seseorang dalam
kehidupannya.
Herzberg berpendapat bahwa baik faktor motivasional yang bersifat intrinsik
maupun faktor pemeliharaan yang bersifat ekstrinsik dapat mempengaruhi
seseorang dalam bekerja. Termasuk faktor motivasional yang bersifat intrinsik
adalah prestasi yang dicapai, pengakuan, dunia kerja, tanggung jawab dan
kemajuan. Termasuk ke dalam faktor pemeliharaan yang bersifat ekstrinsik adalah
hubungan interpersonal antara atasan dan bawahan, teknik supervisi, kebijakan
administratif, kondisi kerja, dan kehidupan pribadi. Kedua faktor tersebut berpengaruh besar terhadap motivasi seseorang.
Meskipun demikian bukanlah sesuatu yang mutlak dapat dikuantifikasi, karena
motivasi berhubungan dengan berbagai komponen yang sangat kompleks.
Masalah yang dihadapi oleh guru
berbeda denga apa yang dihadapi oleh karyawan perusahaan. Guru, di samping
menghadapi permasalahan dalam berhubungan dengan siswa, juga dalam berhubungan
dengan kepala sekolah dan pejabat di atasnya. Proses belajar mengajar dalam organisasi
sekolah mempunyai masalah tersendiri. Guru sekolah lanjutan pada umumnya
berinteraksi dengan banyak siswa setiap hari pada situasi yang hampir sama dan
terkadang bersifat pribadi, lebih-lebih guru borongan atau self-contained classroom.
Pada umumnya guru relatif jarang berinteraksi dengan supervisor atau
pengawas. Pelaksanaan supervisi di sekolah pun berbeda dengan di perusahaan.
Postulat teori dua factor, bahwa ada seperangkat factor (motivator) yang menghasilkan kepuasan, dan
ada seperangkat lain (hygienes) menghasilkan ketidakpuasan. Dua hal ini
tidaklah berlawanan, melainkan merupakan dua dimensi yang berbeda di dalam
organisasi.
c.
“Theory X and Theory Y” dari Douglas Mc Gregor
Douglas Mc Gregor mengajukan dua pandangan yang
berbeda tentang manusia; negatif dengan tanda label X dan positif dengan tanda
label Y. setelah melakukan penyelidikan tentang perjanjian seorang manajer dan
karyawan, Mc Gregor merumuskan asumsi-asumsi dan perilaku manusia dalam
organisasi sebagai berikut:
Teori X (negatif) merumuskan asumsi
sebagai berikut :
Karyawan sebenarnya tidak suka bekerja dan jika ada
kesempatan dia akan menghindari atau bermalas-malasan dalam bekerja. Semenjak
karyawan tidak suka atau tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diatur dan
dikontrol bahkan mungkin ditakut-takuti untuk menerima sangsi hukum jika tidak
bekerja dengan sungguh-sungguh. Karyawan akan menghindari tanggung jawabnya dan
mencari tujuan formal sebisa mungkin.
Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas factor
lainnya yang berhubugan erat dengan pekerjaan dan akan menggambarkannya dengan
sedikit ambisi.
Teori Y (positif) memiliki asumsi
asumsi sebagai berikut :
Karyawan dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang
lumrah dan alamiah baik tempat bermain atau beristirahat, dalam artian
berdiskusi atau sekedar teman bicara.
Manusia akan melatih tujuan pribadi dan pengontrolan
diri sendiri jika mereka melakukan komitmen yang sangat objektif.
Kemampuan untuk melakukan keputusan yang cerdas dan
inovatif adalah tersebar secara meluas di berbagai kalangan tidak hanya melulu
dari kalangan top manajement atau dewan direksi.
Jadi, teori Mc Gregor ini lebih
memihak kepada asumsi-asumsi Y yang positif dari perilaku sumber daya manusia
dalam organisasi. Boleh jadi, ide-ide secara partisipasi dalam mengambil
keputusan, dan tanggung jawab atau grup relasi sebagaipendekatan untuk
memotivasi karyawan dalam kepuasan kerjanya. Semua manajer haruslah menggunakan
kedua jenis motivasi tersebut.
Masalah utama dari teori ini adalah
proporsi penggunaannya, dan juga kapan
kita akan menggunakannya. Para pimpinan yang
lebih percaya bahwa ketakutan akan mengakibatkan seseorang segera bertindak,
mereka akan lebih banyak menggunakan motivasi teori X (negatif). Sebaliknya
jika pimpinan percaya kesenangan akan menjadi dorongan bekerja, ia akan banyak
menggunakan motivasi yang positif. Walaupun demikian tidak ada seorang pimpinan
pun yang sama sekali tidak pernah menggunakan motivasi negatif. Penggunaan
masing-masing jenis motivasi ini, dengan segala bentuknya haruslah
mempertimbangkan situasi dan orangnya, sebab pada hakekatnya setiap individu
adalah berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Suatu dorongan yang
mungkin efektif bagi seseorang, mungkin tidak efektif bagi orang lain.
Seseorang dengan disindir saja mungkin sudah tahu apa yang dimaksudkan, tetapi
bagi orang lain mungkin perlu ditegur secara langsung sehingga baru tahu apa
yang dimaksudkan oleh rekan kerjanya, atau pimpinannya.
d.
Teory ERG
(Existence, Relatedness, Growth) dari Aldefer
Teori ERG merupakan refleksi dai
tiga dasar kebutuhan, yaitu:
1.
Existence needs, kebutuhan ini
berhubungan dengan fisik dari eksistensi pegawai, seperti makan, minum,
pakaian, bernafas, gaji, keamanan kondisi kerja, fringe benefits.
2.
Relatedness needs, kebutuhan interpersonal,
yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja.
3.
Growth needs, kebutuhan untuk
mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubugan dengan kemampuan dan
kecakapan pegawai.
e.
Teori Insting
Teori motviasi insting timbulnya
berdasarkan teori evaluasi Charles Darwin. Beliau berpendapat bahwa tindakan
yang intelligent merupakan refleksi dari instingtif yang diwariskan. Oleh
karena itu, tidak semua tingkah laku dapat direncanakan sebelumnya dan
dikontrol oleh pikiran.
f.
Teori Drive
Konsep
Drive menjadi konsep yang tersohor dalam bidang
motivasi sampai tahun1918. Woodworth menggunakan konsep tersebut sebagai energy
yang mendorong organisasi untuk melakukan suatu tindakan. Kata Drive dijelaskan sebagai aspek
motivasi dari tubuh yang tidak seimbang misalnya, kekurangan makanan
mengakibatkan berjuang untuk memuaskan kebutuhannya agar kembali menjadi
seimbang. Motivasi didefinisikan sebagai suatu dorongan yang membangkitkan
untuk keluar dari ketidakseimbagan atau tekanan.
Clark L. Hull berpendapat bahwa
belajar terjadi sebagai akibat dari reinforcement. Beliau berasumsi bahwa semua
hadiah (reward) pada akhirnya didasarkan atas reduksi dan drive keseimbangan
(home static drive).
Teori Hull dirumuskan secara sistematik yang merupakan
hubungan antara drive dan habit strength.
Kekuatan motivasi = Fungsi (drive x
habit)
Habit strenght adalah hasil factor-faktor reinforcement
sebelumnya. Drive adalah jumlah keseluruhan ketidakseimbangan fisiologi atau
(physiological imbalance) uang disebabkan oleh kehilangan atau kekurangan
kebutuhan komoditas untuk kelangsungan hidup. Berdasarkan perumusan teori Hull tersebut dapat
disimpulkan bahwa motivasi seorang pegawai sangat ditentukan oleh kebutuhan
dalam dirinya (drive) dan faktor kebiasaan (habit) pengalaman kerja sebelumnya.
g.
Teori Lapangan
Teori lapangan merupakan konsep dari
Kurt Lewin. Teori ini merupakan pendekatan kognitif untuk mempelajari perilaku
dan motivasi. Teori lapangan lebih memfokuskan pada insting dan habit. Kurt
Lewin berpendapat bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari lapangan pada
momen waktu. Kurt Lewin juga percaya pada pendapat ahli psikologi Gestalt yang
mengemukakan bahwa perilaku ini merupakan fungsi dari seorang pegawai dengan
lingkungannya.
3. Disiplin Kerja
Simamora dalam buku
Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi III (2006 : 610) menyatakan bahwa :
“Disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum
bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin merupakan bentuk
pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat
kesungguhan tim kerja di dalam suatu organisasi”.
Menurut Alma (2003
: 186) mengatakan bahwa : “Disiplin dapat diartikan sebagai suatu sikap patuh,
tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik lisan maupun
tertulis”.
Singodimejo dalam
Sutrisno (2009 : 85) mengatakan bahwa disiplin adalah sikap kesediaan dan
kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang
berlaku di sekitarnya.
Sementara Sinungan
(2003 ; 135) mendefinisikan disiplin sebagai : “Sikap kejiwaan dari seseorang
atau sekelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti/mematuhi
segala aturan/keputusan yang telah ditetapkan”.
Senada dengan
pendapat di atas, Fathoni (2006 : 172) mengartikan disiplin sebagai : “Kesadaran
dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan norma-norma
sosial yang berlaku”. Selanjutnya Fathoni menjelaskan bahwa : “Kedisiplinan diartikan bilamana
karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya
dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku.”
Dari pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah sikap dan perbuatan guru
dalam mentaati semua pedoman dan peraturan yang telah ditentukan untuk
tercapainya tujuan organisasi. Disiplin berkaitan erat dengan perilaku karyawan
dan berpengaruh terhadap kinerja.
Menurut Siagian
dalam Sutrisno (2009 : 86), bentuk
disiplin yang baik akan tercermin pada suasana di lingkungan organisasi
sekolah,
yaitu:
1.
Tingginya rasa kepedulian guru terhadap pencapaian visi dan
misi sekolah.
2.
Tingginya semangat, gairah kerja dan inisiatif para guru
dalam mengajar.
3.
Besarnya rasa tanggung jawab guru untuk melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya.
4.
Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solideritas yang tinggi
di kalangan guru.
5.
Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Suatu asumsi bahwa
pemimpin mempunyai pengaruh langsung pada sikap kebiasaan yang dilakukan
karyawan. Kebiasaan itu dampak dari keteladanan yang dicontohkan oleh pimpinan.
Oleh karena itu, jika mengharapkan karyawan memiliki tingkat disiplin yang
baik, maka pemimpin harus memberikan kepemimpinan yang baik pula.
Menurut
Singodimedjo dalam Sutrisno (2009 : 89), faktor yang mempengaruhi disiplin guru
adalah :
1.
Besar kecilnya pemberian kompensasi.
2.
Ada tidaknya
keteladanan kepala sekolah.
3.
Ada tidaknya aturan
pasti yang dapat dijadikan pegangan.
4.
Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan.
5.
Ada tidaknya
pengawasan pimpinan.
6.
Ada tidaknya perhatian
kepada para karyawan.
7.
Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya
disiplin.
8.
Pengembangan struktur organisasi yang sehat.
9.
Adanya suatu program yang lengkap atau baik untuk memelihara
semangat dan disiplin guru.
Disiplin merupakan
fungsi operatif dari Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting, karena
semakin baik disiplin karyawan semakin tinggi prestasi kerja yang dapat
dicapainya. Tanpa disiplin yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang
optimal. Pada umumnya apabila orang memikirkan tentang disiplin, yang terbayang
adalah berupa hukuman berat, padahal hukuman hanya sebagian dari seluruh
persoalan disiplin. Dengan disiplin kerja yang baik diharapkan akan terwujud
lingkungan yang tertib, berdaya guna dan berhasil guna melalui seperangkat peraturan
yang jelas dan tepat. Umumnya disiplin ini dapat dilihat dari indikator seperti
: guru datang ke tempat kerja tepat waktu ; berpakaian rapih, sopan,
memperhatikan etika cara berpakaian sebagaimana mestinya seorang pegawai; guru
mempergunakan alat-alat dan perlengkapan sesuai ketentuan, mereka bekerja penuh
semangat dan bekerja sesuai dengan aturan yang ditetapkan lembaga.
Kebiasaan-kebiasaan di atas akan terwujud kalau para pegawainya mempunyai
disiplin yang baik. Penanaman disiplin ini tentunya perlu diterapkan oleh
seorang pemimpin terhadap bawahannya untuk menciptakan kualitas kerja yang
baik.
Penerapan disiplin
kerja di lingkungan kerja, memang awalnya akan dirasakan berat oleh para
pegawai, tetapi apabila terus menerus diberlakukan akan menjadi kebiasaan, dan
disiplin tidak akan menjadi beban berat bagi para pegawai. Disiplin ini perlu
diterapkan di lingkungan kerja, karena seperti telah disinggung di atas bahwa
disiplin tidak lahir begitu saja, tetapi perlu adanya pembinaan-pembinaan dalam
menegakkan disiplin kerja ini.
Hal di atas sejalan
dengan pendapat Moenir yang dikutif Dahyana (2001 : 11), bahwa kondisi disiplin kerja pegawai tidak langsung
tercipta begitu saja, melainkan harus ada kemauan dan usaha semua pihak
terutama pihak pimpinan untuk menumbuhkan disiplin kerja. Sehubungan dengan
itu, bagaimana mewujudkan disiplin kerja yang baik dalam organisasi.
Dalam memberikan
kedisiplinan kepada bawahan seorang pemimpin mempunyai gaya yang berbeda-beda tergantung kepada
kemampuan dan keilmuan yang dimiliki oleh pimpinan.
Selanjutnya Maryoto
(2001: 98) mengatakan bahwa :
“Pimpinan dalam pembinaan disiplin
terhadap bawahan harus memperhatikan : pengawasan yang berkelanjutan,
mengetahui organisasi yang dipimpinnya, instruksi harus jelas dan tegas tidak membingungkan
bawahan. Menurut prosedur kerja yang sederhana dan mudah dipahami, membuat
kegiatan yang dapat menyibukkan anak buah”.
Disamping itu untuk
membina selanjutnya telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, disebutkan ada tiga tingkatan dan jenis
hukuman disiplin pada pegawai negeri sipil. Hukuman disiplin terdiri dari :
(1)
Hukuman disiplin ringan
(2)
Hukuman disiplin sedang, dan
(3)
Hukuman disiplin berat.
3.1. Kinerja
Pengertian kinerja
atau prestasi kerja pegawai menurut beberapa ahli memiliki pengertian yang sama
namun para ahli lain mengatakan berbeda.
Armstrong dan Baron
dalam Wibowo (2007 : 2) menyampaikan bahwa :
“Kinerja (performance)
adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan
tersebut. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan
tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi
ekonomi”.
Menurut Siswanto Bejo (2005 : 195)
prestasi kerja adalah :
Hasil kerja yang dicapai oleh
seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja seorang tenaga kerja antara lain
dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, kesanggupan tenaga kerja
yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2002
: 67), kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Mathis
dan Jackson
(2002 : 78) menyatakan bahwa unsur yang membentuk kinerja pegawai antara lain :
kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat
kerja, dan sikap kooperatif.
Sementara
Gomez (2001 : 142) mengemukakan unsur yang berkaitan dengan kinerja terdiri
dari :
1.
Quantity of work, yakni jumlah
pekerjaan yang dapat diselesaikan pada periode tertentu.
2.
Quality of work, yaitu kualitas
pekerjaan yang dicapai berdasarkan syarat yang ditentukan.
3.
Job knowledge, yakni pemahaman
pegawai pada prosedur kerjadan informasi teknis tentang pekerjaan.
4.
Creativeness, yaitu kemampuan
menyesuaikan diri dengan kondisi dan dapat diandalkan dalam pekerjaan.
5.
Cooperation, yaitu kerjasama
dengan rekan kerja dan atasan.
6.
Dependability, yakni kemampuan
menyelesaikan pekerjaan tanpa tergantung kepada orang lain.
7.
Inisiative, yakni kemampuan
melahirkan ide-ide dalam pekerjaan.
8.
Personal qualities, yaitu kemampuan
dalam berbagai bidang pekerjaan.
Dari
berbagai pengertian kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja/ prestasi
kerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta tepat waktu. Wujud kinerja dapat dilihat dari tingkat
prestasi kerja yang berupa hasil kerja, kemampuan dan penerimaan atas kejelasan
delegasi tugas serta minat seorang pekerja.
4. Motivasi Kerja
Faktor yang tidak
kalah pentingnya yang mempengaruhi kinerja guru adalah motivasi. Vroom dikutif
Mulyasa (2006 : 136) menyampaikan bahwa :
Performance = F (ability x
motivasi)
Menurut model ini kinerja seseorang merupakan fungsi
perkalian antara kemampuan dan motivasi. Hubungan ini mengandung arti bahwa
jika seseorang rendah pada salah satu komponen maka performancenya akan rendah
pula. Dengan demikian jika motivasi rendah akan mengakibatkan kinerja yang
rendah pula, namun sebaliknya jika motivasi tinggi akan meningkatkan kinerja
yang tinggi pula.
Herzberg
berpendapat bahwa ada faktor motivasional yang bersifat intrinsik dan faktor pemeiharaan
yang bersifat ekstrinsik yang mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Termasuk
faktor motivasional adalah prestasi yang dicapai, pengakuan, dunia kerja,
tanggung jawab dan kemajuan. Termasuk ke dalam faktor pemeliharaan adalah
hubungan interpersonal antara atasan dan bawahan, teknik supervisi, kebijakan
administratif, kondisi kerja, dan kehidupan pribadi.
Baik faktor motivasional maupun
faktor pemeliharaan berpengaruh besar terhadap motivasi seseorang. Meskipun
demikian bukanlah sesuatu yang mutlak dapat dikuantifikasi, karena motivasi
berhubungan dengan berbagai komponen yang sangat kompleks.
Masalah yang
dihadapi oleh guru berbeda denga apa yang dihadapi oleh karyawan perusahaan.
Guru, di samping menghadapi permasalahan dalam berhubungan dengan siswa, juga
dalam berhubungan dengan kepala sekolah dan pejabat di atasnya. Proses belajar
mengajar dalam organisasi sekolah mempunyai masalah tersendiri. Guru sekolah
lanjutan pada umumnya berinteraksi dengan banyak siswa setiap hari pada situasi
yang hampir sama dan terkadang bersifat pribadi, lebih-lebih guru borongan atau
self-contained classroom.
Dari
uraian di atas maka faktor motivasional yang bersifat instrinsik dan faktor
pemeliharaan yang bersifat ekstrinsik mempunyai pengaruh besar terhadap
motivasi seseorang dan dapat dijadikan dimensi strandar pengukuran motivasi
kerja guru.
5. Disiplin Kerja
Kedisiplinan kerja
pegawai dalam suatu organisasi dapat dilihat dari sikap pegawainya. Sikap dan
tingkah laku pegawai berpatokan pada kepatuhan dalam melaksanakan peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Mematuhi peraturan berarti memberi dukungan positif
pada organisasi dalam melaksanakan program-program yang telah ditetapkan,
sehingga akan lebih memudahkan tercapainya tujuan organisasi.
Pegawai yang tertib
dan disiplin, mentaati norma-norma dan peraturan yang telah ditetapkan dalam
suatu organisasi akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan
produktivitas. Sebaliknya apabila pegawai atau karyawan dalam suatu organisasi
tidak disiplin, maka akan sulit sekali melaksanakan program-programnya, sulit
meningkatkan produktivitas dan sulit merealisasikan pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan.
Fathoni (2006 : 172)
mengatakan bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati
semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Uraian di atas mengandung arti bahwa disiplin kerja adalah sikap dan
perbuatan karyawan/guru dalam mentaati semua pedoman dan peraturan yang telah
ditentukan untuk tercapainya tujuan organisasi. Disiplin berkaitan erat dengan
perilaku karyawan dan berpengaruh terhadap kinerja.
Selanjutnya Fathoni menyatakan bahwa : ”Kedisiplinan diartikan
bilamana karyawan selalu datang dan pulang tepat waktu, mengerjakan semua
pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan (organisasi) dan norma-norma sosial yang berlaku.”
Pernyataan diatas mengandung arti bahwa indikator keberhasilan pelaksanaan
disiplin pegawai pada suatu organisasi terlihat dari tingkat ketepatan waktu,
tingkat kesadaran dalam bekerja dan tingkat kepatuhan kepada peraturan.
Berhasil atau
tidaknya pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi, maka
salah satu faktor yang sangat menentukan adalah terciptanya disiplin kerja para
pegawainya dengan asumsi bahwa dalam suasana disiplinlah organisasi akan dapat
melaksanakan program-program kerjanya untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan.
Sehubungan dengan
hal tersebut di atas, maka dimensi pengukuran disiplin kerja pada penelitian ini
mengacu pada teori Fathoni yang menggunakan tiga kriteria pengukuran disiplin
yaitu tingkat ketepatan waktu, tingkat kesadaran dalam bekerja dan tingkat
kepatuhan kepada peraturan.
5.1. Keterkaitan Motivasi Kerja dan Kinerja
Berdasarkan hasil
penelitian Mc. Clelland, Edward Murray, Miller dan Gordon W. yang dikutif
Mangkunegara (2005 : 104), menyimpulkan ada hubungan yang positif antara
motivasi berprestasi dengan pencapaian kinerja/prestasi kerja. Artinya
pimpinan, manajer, dan pegawai mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan
mencapai prestasi yang tinggi, dan sebaliknya mereka yang kinerjanya rendah
dikarenakan motivasi kerjanya rendah.
Pegawai dapat
bekerja secara propesional karena pada dirinya terdapat motivasi yang tinggi.
Pegawai yang memiliki motivasi yang tinggi biasanya akan melaksanakan tugasnya
dengan penuh semangat dan energik karena ada motif-motif dan tujuan tertentu
yang melatarbelakangi tindakan tersebut. Motif itulah sebagai faktor pendorong
yang member kekuatan kepadanya, sehingga ia mau dan rela bekerja keras.
Pernyataan di atas
didukung pernyataan Nawawi : “Pekerja yang berprestasi tinggi menyukai
informasi sebagai umpan balik, karena selalu terdorong untuk memperbaiki dan
meningkatkan kegiatannya dalam bekarja. Dengan demikian peluangnya untuk
meningkatkan prestasi kerja akan lebih besar.” (Nawawi 2005 : 355).
Dari uraian di atas
maka terdapat keterkaitan antara
motivasi kerja dengan kinerja guru. Artinya makin tinggi motivasi kerja seorang guru maka makin tinggi pula hasil
kinerja guru tersebut dan sebaliknya
guru yang kinerjanya rendah disebabkan motivasi kerjanya rendah.
2.2. 5.2 Keterkaitan Disiplin Kerja dan Kinerja
Di dalam seluruh
aspek kehidupan, dimanapun kita berada, dibutuhkan peraturan dan tata tertib
yang mengatur dan membatasi setiap gerak dan perilaku. Peraturan-peraturan
tersebut tidak ada artinya jika tidak ada komitmen dan sangsi bagi
pelanggarnya.
Disiplin di
lingkungan kerja sangat dibutuhkan, karena akan menghambat pencapaian tujuan
organisasi tersebut. Oleh karena itu, pegawai dengan disiplin kerja yang baik,
berarti akan dicapai pula suatu keuntungan yang berguna baik bagi perusahaan
maupun pegawai itu sendiri. Selain itu, perusahaan harus mengusahakan agar
peraturan itu bersifat jelas, mudah dimengerti, adil bagi seluruh karyawan dan
pimpinan.
Menurut Simamora
(2006 : 610) menyatakan bahwa : “Disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau
menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin merupakan bentuk
pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur serta menunjukkan
tingkat kesungguhan tim kerja di dalam suatu organisasi.”
Keith Davis (2003 :
129) menyatakan disiplin kerja sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh
pedoman-pedoman dipandang erat keterkaitannya dengan kinerja. Pernyataan
tersebut didukung oleh pendapat Malthis dan Jackson bahwa disiplin kerja berkaitan erat
dengan perilaku karyawan dan berpengaruh terhadap kinerja.
Berdasarkan uraian
di atas maka terdapat keterkaitan antara disiplin kerja dengan kinerja guru.
Artinya makin tinggi disiplin kerja
seorang guru maka makin tinggi pula hasil kinerja guru tersebut.
Demikian pula sebaliknya makin rendah disiplin kerja seorang guru maka makin
rendah pula kinerja guru tersebut.
Davis, Keith dan John W.
Newstrom, (1995), Perilaku dalam Organisasi, (Terjemahan Agus Darma), Jakarta: Erlangga.
Simamora,
1997.Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Fathoni
, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006
Gomez Meija, D.B. Balkin dan R.L.
Cardy, Manajing Human Resources, USA: Prentice Hall, 2001.
Kristiyanti Mariana, dengan judul Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan pada PT. Nyonya Meneer Semarang,
2009
Listianto,
Toni dan Setiaji, Bambang, Jurnal,Pengaruh
Motivasi, Kepuasan, Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus
di Lingkungan Pegawai Kantor PDAM Kota Surakarta). 200
Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya
Manusia, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005
Rahman, Peran Strategis Kepala Sekolah
dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, Jatinangor: Alqaprint, 2006
Simamora,
Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 1997
Utama
Donny Prakasa, Pengaruh Disiplin Kerja Dan Sistem Kompesasi Pegawai Negeri
Sipil Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Bagan Kepegawaian Negara, 2010