Rabu, 27 Februari 2013


Sumber Daya Manusia
Manajemen merupakan proses untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen bisa sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang logis dan sistematis juga sebagai suatu kreativitas pribadi yang disertai suatu keterampilan.  
Sadili Samsudin dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (2006 : 18) mengutip pendapat G.R. Terry dalam Principless of Manajemen memberikan pengertian sebagai berikut :
“Management is a distict process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”
“Manajemen adalah suatu proses yang khas, yang terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya”.
Menurut Mary Parker Follet dalam bukunya menyatakan bahwa manajemen adalah seni mencapai sesuatu melalui orang lain (manajement is the art of getting things done thourh the other)

Dari definisi manajemen di atas maka dapat diketahui bahwa ada dua istilah yang diberikan para ahli mengenai istilah manajemen yaitu sebagai seni yang merupakan kreativitas pribadi yang disertai suatu keterampilan dan ada pula yang memberikan definisi manajemen sebagai suatu ilmu yang merupakan kumpulan pengetahuan yang logis dan sistematis. Maka suatu organisasi untuk mencapai tujuannya tidak akan terlepas dari aktivitas manajemen. Manajemen menginginkan tujuan organisasi tercapai dengan efisien dan efektif.
Adapun fungsi manajemen diantaranya :
1.      Perencanaan (Planning) adalah kegiatan menetapkan tujuan organisasi dan memilih cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
2.      Pengorganisasian (Organizing dan Staffing) adalah kegiatan mengkoordinir sumber daya, tugas, dan otoritas diantara anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien dan efektif.
3.      Pengarahan (Leading) adalah membuat bagaimana orang-orang tersebut bekerja untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.
4.      Pengendalian (Controlling) bertujuan untuk melihat apakah organisasi berjalan sesuai rencana.
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi : perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan perusahaan, maka pengalaman dan hasil penelitian bidang SDM dikumpulkan secara sistematis selanjutnya disebut dengan manajemen sumber daya manusia. Menurut  Veithzal Rivai (2008:1) istilah manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber daya manusia. Dengan manajemen maka pemanfaatan sumber daya yang ada dapat lebih optimal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Dalam usaha mencapai tujuan perusahaan, permasalahan yang dihadapi oleh manajemen semakin kompleks seiring dengan perkembangan teknologi di era globalisasi ini. Pada masa kini persoalan manajemen tidak hanya terdapat pada bahan mentah atau bahan baku akan tetapi juga menyangkut prilaku karyawan atau sumber daya manusia. Seperti sumber daya lainnya, sumber daya manusia merupakan masukan (input) yang diolah oleh perusahaan dan menghasilkan keluaran (output). Sumber daya manusia merupakan asset bagi perusahaan yang apabila dimanage akan menghasilkan output kinerja bagi perusahaan yang tentunya akan menguntungkan bagi perusahaan. Sumber daya manusia yang belum mempunyai keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan perusahaan apabila dilatih, diberikan pengalaman dan diberikan motivasi untuk berkembang maka akan menjadi asset yang sangat menguntungkan bagi perusahaan. Pengelolaan sumber daya manusia inilah yang disebut dengan manajemen sumber daya manusia. Dengan kata lain manajemen sumber daya manusia adalah mengembangkan pegawai dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran individu maupun organisasi.
Sedarmayanti (2007 : 13) mengatakan bahwa:  “Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan penilaian”. Menjadi tugas utama manajemen sumber daya manusia yaitu mengelola pegawai se-efisien dan se-efektif mungkin agar diperoleh pegawai yang produktif dan dapat memberikan keuntungan yang maksimal bagi perusahaan. Secara khusus Sedarmayanti  (2007 : 13) mengungkapkan bahwa manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk :
1.      Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan pegawai cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi seperti yang diperlukan.
2.      Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada manusia kontribusi, kemampuan dan kecakapan mereka.
3.      Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan dan seleksi yang teliti, sistem kompensasi dan insentif yang tergantung pada kinerja, pengembangan manajemen serta aktifitas pelatihan yang terkait “kebutuhan bisnis”.
4.      Mengembangkan praktek manajemen dengan komitmen tinggi yang menyadari bahwa karyawan adalah pihakterkait dalam organisasi Yang bernilai membantu dan membentuk pengembangan iklim kerjasama dan kepercayaan bersama.
5.      Menciptakan iklim, dimana hubungan yang produktif dan harmonis dapat dipertahankan melalui asosiasi antara manajemen dengan karyawan.
6.      Mengembangkan iklim lingkungan dimana kerjasama tim dan fleksibilitas dapat berkembang.
7.      Membantu organisasi menyeimbangkan dan mengadaptasikan
kebutuhan pihak terkait (pemilik, lembaga atau wakil pemerintah,
manajemen, karyawan, pelanggan, pemasok dan masyarakat luas).
8.      Memastikan bahwa orang dinilai atau dihargai berdasarkan apa yang mereka lakukan dan mereka capai.
9.      Mengelola karyawan yang beragam, memperhitungkan perbedaan individu dan kelompok dalam kebutuhan penempatan, gaya kerja dan aspirasi.
10. Memastikan bahwa kesamaan tersedia untuk semua.
11. Mengadopsi pendekatan etis untuk mengelola karyawan yang didasarkan pada perhatian untuk karyawan, keadilan dan transportasi.
12. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental karyawan.  
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas manajemen sumber daya manusia harus malaksanakan beberapa kelompok aktivitas yang semuanya saling berhubungan dan terkait, seperti yang terjadi dalam konteks organisasi meliputi : perencanaan sumber daya manusia, kompensasi dan tunjangan kesehatan, keselamatan dan keamanan, hubungan karyawan dan buruh. Namun di era globalisasi dimana teknologi membuat dunia seolah tanpa batas maka lingkungan eksternal menjadi bagian penting yang harus menjadi pertimbangan bagi semua pimpinan dalam melaksanakan aktivitas sumber daya manusia diantaranya : hukum,politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi. Hal ini dikarenakan lingkungan eksternal seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari organisasi itu sendiri.
  
1  Kepemimpinan
Konsep tentang kepemimpinan dalam dunia pendidikan tidak bisa terlepas dari konsep kepemimpinan secara umum. Konsep kepemimpinan secara umum sering dipersamakan dengan manajemen, padahal dua hal tersebut memiliki perbedaan yang cukup berarti.
Dalam buku kepemimpinan karangan Miftah Toha (2006 : 5) mengartikan  bahwa : “Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi.”
Pengertian di atas didukung oleh pendapat Stephen P. Robbins dalam buku Manajement, Seven edition yang dialih bahasa oleh T. Hermaya (2005 : 128) memberikan arti kepemimpinan sebagai berikut : “Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran”. Sedangkan menurut  AlanTucker dalam Syafarudin (2002 : 49) mengemukakan bahwa : “kepemimpinan sebagai kemampuan mempengaruhi atau mendorong seseorang atau sekelompok orang agar bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan tertentu atau sasaran dalam situasi tertentu”. Hal ini memberikan suatu perspektif bahwa seorang manajer dapat berperilaku sebagai seorang pemimpin, asalkan dia mampu mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Tetapi seorang pemimpin belum tentu harus menyandang jabatan manajer.
Menurut Andrew J. Dubrin dalam Buku The Complete Ideal’s Guides to Leadership 2nd Edition yang dialih bahasa oleh Tri Wibowo BS (2006 : 4) arti kepemimpinan yang sesungguhnya dapat dijelaskan dengan banyak cara. Berikut ini adalah beberapa definisinya :
1.      Kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan.
2.      Kepemimpinan adalah cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah
3.      Kepemimpinan adalah tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespon dan menimbulkan perubahan positif.
4.      Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan.
5.      Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasional tercapai.

Kepemimpinan sebenarnya dapat berlangsung dimana saja, karena kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu dalam rangka mencapai maksud tertentu. Berdasarkan definisi kepemimpinan yang berbeda terkandung kesamaan arti yang bersifat  umum.
Seorang pemimpin merupakan orang yang memberikan inspirasi, membujuk, mempengaruhi dan memotivasi orang lain. Untuk membedakan pemimpin dari non-pemimpin dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan teori perilaku.
Menurut Stephen P Robbins dalam buku Management, Seven Edition yang dialih bahasa oleh T. Hermaya (2005 : 129) menyatakan bahwa : “Teori prilaku adalah teori-teori kepemimpinan yang mengenali perilaku yang membedakan pemimpin yang efektif dari yang tidak efektif”. Teori perilaku ini tidak hanya memberikan jawaban yang lebih pasti tentang sifat kepemimpinan, tetapi juga mempunyai implikasi nyata yang cukup berbeda dari pendekatan ciri.
Selanjutnya Stephen P Robbins dalam buku yang sama mengemukakan bahwa terdapat enam ciri yang berkaitan dengan kepemimpinan yaitu :
1.      Dorongan. Pemimpin menunjukkan tingkat usaha yang tinggi.
2.      Kehendak untuk memimpin. Pemimpin mempunyai kehendak yang kuat untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain.
3.      Kejujuran dan integritas. Pemimpin membangun hubungan saling mempercayai antara mereka sendiri dan pengikutnya dengan menjadi jujur dan tidak menipu.
4.      Kepercayaan diri. Para pengikut melihat pemimpinnya tidak ragu akan dirinya.
5.      Kecerdasan. Pemimpin haruslah cukup cerdas untuk mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan banyak informasi, dan mereka perlu mampu untuk menciptakan visi, memecahkan masalah, dan membuat keputusan yang tepat.
6.      Pengetahuan yang terkait dengan pekerjaan. Pemimpin yang efektif mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi tentang perusahaan, industry dan hal-hal teknis.

Menurut Thoha dalam buku Kepemimpinan dalam Manajemen (2006 : 31) terdapat beberapa teori kepemimpinan diantaranya :
1.      Teori Sifat (Trait Theory)
Ada empat sifat yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan, yaitu : kecerdasan, kedewasaan dan kekuasaan hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan berprestasi, sikap-sikap hubungan kemanusiaan.
2.      Teori Kelompok
Teori ini beranggapan bahwa kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya.
3.      Teori Situasional
Teori ini mengemukakan bahwa kepemimpinan dipengaruhi situasi-situasi yang ada di sekitarnya.
4.      Teori Jalan Kecil – Tujuan
Teori ini menggunakan kerangka teori motivasi. Mereka beranggapan bahwa perilaku pemimpin akan bisa menjadi faktor motivasi terhadap bawahan, jika perilaku itu dapat memuaskan.
5.      Teori Social Learning
Merupakan suatu teori yang dapat memberikan suatu model yang menjamin kelangsungan, interaksi timbale balik antara pemimpin lingkungan dan perilakunya sendiri.
Penjelasan teori kepemimpinan ini melahirkan suatu tinjauan bahwa untuk memimpin seseorang harus memiliki gaya kepemimpinan.
Menurut Robbins dalam buku Management Seven Edition yang dialih bahasa oleh T Hermaya (2005 : 130) ada beberapa gaya atau Style kepemimpinan yang banyak mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya, diantaranya :
1.      Pada Periode Pertama
-          Gaya Otokratis : Pemimpin yang cenderung memusatkan wewenang, mendiktekan metode kerja, membuat keputusan
unilateral, dan membatasi partisipasi karyawan.
-          Gaya Demokratis : Pemimpin yang cenderung melibatkan karyawan dalam mengambil keputusan, mendelegasikan wewenang, mendorong partisipasi dalam memutuskan metode dan sasaran kerja dan menggunakan umpan balik sebagai peluang untuk melatih karyawan.
-          Gaya Laissez-Faire : Pemimpin yang umumnya memberikan kelompok kebebasan penuh untuk membuat keputusan dan menyelesaikan pekerjaan dengan cara apa saja yang dianggap sesuai.
2.      Pendapat para Ahli
-          Gaya Kepemimpinan Kontinum
Terdapat dua bidang pengaruh yang eksterm antara pengaruh pemimpin dan kebebasan bawahan.
-          Gaya Managerial Grid
Dimana manajer berhubungan dengan dua hal yaitu produksi dan orang-orang.
-          Tiga Dimensi dari Reddin
Merupakan gaya penyempurnaan dari manajerial grid dengan menambahkan efektivitas dalam modelnya.
-           Empat Sistem Manajemen dari Likert
Dimana pemimpin dapat berhasil jika bergaya participative management, yaitu jika berorientasi pada bawahan dan mendasarkan pada komunikasi.
Berdasarkan beberapa pembahasan tentang teori kepemimpinan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama agar mau melakukan tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuan bersama.

                  2. Motivasi Kerja
Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Veithzal (2005 : 455 ). Beliau juga mengemukakan : “Dua hal yang dianggap sebagai dorongan individu yaitu arah prilaku (kerja untuk mencapai tujuan) dan kekuatan prilaku (seberapa kuat usaha individu dalam bekerja)”.
Beberapa ahli mengemukakan teori motivasi diantaranya :

a.      Teori Kebutuhan dari Maslow (Hierarchy of Need Theory)
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan  yang dialami antara kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri.  Apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya jika  kebutuhannya terpenuhi maka pegawai akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puas.
Menurut Abraham Maslow mengemukakan bahwa hirarki kebutuhan manusia adalah :
1.      Kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara, perumahan dan lainnya. Dalam organisasi kebutuhan-kebutuhan ini dapat berupa uang, hiburan, program pension, lingkungan kerja yang nyaman.
2.      Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security need) yaitu kebutuhan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dalam melakukan pekerjaan.  Dalam organisasi kebutuhan ini dapat berupa keamanan kerja, senioritas, program pemberhentian kerja, uang pesangon.
3.      Kebutuhan rasa memiliki (social need) yaitu kebutuhan akan teman, cinta dan memiliki. Sosial need di dalam organisasi dapat berupa keompok kerja (team work) baik secara formal maupun informal.
4.      Kebutuhan akan harga diri (esteem need or status needs) yaitu kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungan. Dalam organisasi kebutuhan ini dapat berupa reputasi diri, gelar dsb.
5.      Kebutuhan akan perwujudan diri (self actualization) adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunaka kecakapan, kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain.
Selanjutnya, Abraham Maslow berpendapat bahwa orang dewasa (pegawa bawahan) secara normal harus terpenuhi minimal   85% kebutuhan fisiologi, 70% kebutuhan rasa aman, 50% kebutuhan sosial, 40% kebutuhan penghargaan, dan 15% kebutuhan aktualisasi diri, keluarga, dan bisa menjadi penyebab terjadinya konflik kerja.
Dengan demikian, jika kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pemimpin akan mengalami kesulitan dalam memotivasi pegawai. 

b.      Teori Motivasi Dua Faktor dari Herzberg (the two Factors Theory)
Frederick Herzberg, Bernard Mausner dan  Barbara Snyderman mengadakan studi tentang motivasi kerja karyawan industri. Berdasarkan studi tersebut, Herzberg dan kawan-kawan merumuskan teori motivasi yang disebut dengan Teori Dua Faktor. Teori ini dikenal juga dengan teori Motivator – Hygienes. Tim peneliti ini mengadakan penelitian terhadap 203 akuntan dan insinyur. Teknik pengumpulan data adalah wawancara dan interviu.
Atas dasar hasil penelitiannya, Herzberg memisahkan dua kategori pekerjaan, yaitu :
1.      Faktor “Motivasional”
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya instrinsik yang berarti bersumber dalam diri seseorang.
2.      Faktor “Hygiene”
Yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan prilaku seseorang dalam kehidupannya.
Herzberg berpendapat bahwa baik  faktor motivasional yang bersifat intrinsik maupun faktor pemeliharaan yang bersifat ekstrinsik dapat mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Termasuk faktor motivasional yang bersifat intrinsik adalah prestasi yang dicapai, pengakuan, dunia kerja, tanggung jawab dan kemajuan. Termasuk ke dalam faktor pemeliharaan yang bersifat ekstrinsik adalah hubungan interpersonal antara atasan dan bawahan, teknik supervisi, kebijakan administratif, kondisi kerja, dan kehidupan pribadi. Kedua faktor tersebut  berpengaruh besar terhadap motivasi seseorang. Meskipun demikian bukanlah sesuatu yang mutlak dapat dikuantifikasi, karena motivasi berhubungan dengan berbagai komponen yang sangat kompleks.
Masalah yang dihadapi oleh guru berbeda denga apa yang dihadapi oleh karyawan perusahaan. Guru, di samping menghadapi permasalahan dalam berhubungan dengan siswa, juga dalam berhubungan dengan kepala sekolah dan pejabat di atasnya. Proses belajar mengajar dalam organisasi sekolah mempunyai masalah tersendiri. Guru sekolah lanjutan pada umumnya berinteraksi dengan banyak siswa setiap hari pada situasi yang hampir sama dan terkadang bersifat pribadi, lebih-lebih guru borongan atau self-contained classroom.
Pada umumnya guru relatif  jarang berinteraksi dengan supervisor atau pengawas. Pelaksanaan supervisi di sekolah pun berbeda dengan di perusahaan. Postulat teori dua factor, bahwa ada seperangkat factor  (motivator) yang menghasilkan kepuasan, dan ada seperangkat lain (hygienes) menghasilkan ketidakpuasan. Dua hal ini tidaklah berlawanan, melainkan merupakan dua dimensi yang berbeda di dalam organisasi.  

c.      “Theory X and Theory Y” dari Douglas  Mc Gregor
Douglas  Mc Gregor mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia; negatif dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y. setelah melakukan penyelidikan tentang perjanjian seorang manajer dan karyawan, Mc Gregor merumuskan asumsi-asumsi dan perilaku manusia dalam organisasi sebagai berikut:
Teori X (negatif) merumuskan asumsi sebagai berikut :
Karyawan sebenarnya tidak suka bekerja dan jika ada kesempatan dia akan menghindari atau bermalas-malasan dalam bekerja. Semenjak karyawan tidak suka atau tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diatur dan dikontrol bahkan mungkin ditakut-takuti untuk menerima sangsi hukum jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh. Karyawan akan menghindari tanggung jawabnya dan mencari tujuan formal sebisa mungkin.
Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas factor lainnya yang berhubugan erat dengan pekerjaan dan akan menggambarkannya dengan sedikit ambisi.
Teori Y (positif) memiliki asumsi asumsi sebagai berikut :
Karyawan dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang lumrah dan alamiah baik tempat bermain atau beristirahat, dalam artian berdiskusi atau sekedar teman bicara.
Manusia akan melatih tujuan pribadi dan pengontrolan diri sendiri jika mereka melakukan komitmen yang sangat objektif.
Kemampuan untuk melakukan keputusan yang cerdas dan inovatif adalah tersebar secara meluas di berbagai kalangan tidak hanya melulu dari kalangan top manajement atau dewan direksi.
Jadi, teori Mc Gregor ini lebih memihak kepada asumsi-asumsi Y yang positif dari perilaku sumber daya manusia dalam organisasi. Boleh jadi, ide-ide secara partisipasi dalam mengambil keputusan, dan tanggung jawab atau grup relasi sebagaipendekatan untuk memotivasi karyawan dalam kepuasan kerjanya. Semua manajer haruslah menggunakan kedua jenis motivasi tersebut.
Masalah utama dari teori ini adalah proporsi  penggunaannya, dan juga kapan kita akan menggunakannya. Para pimpinan yang lebih percaya bahwa ketakutan akan mengakibatkan seseorang segera bertindak, mereka akan lebih banyak menggunakan motivasi teori X (negatif). Sebaliknya jika pimpinan percaya kesenangan akan menjadi dorongan bekerja, ia akan banyak menggunakan motivasi yang positif. Walaupun demikian tidak ada seorang pimpinan pun yang sama sekali tidak pernah menggunakan motivasi negatif. Penggunaan masing-masing jenis motivasi ini, dengan segala bentuknya haruslah mempertimbangkan situasi dan orangnya, sebab pada hakekatnya setiap individu adalah berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Suatu dorongan yang mungkin efektif bagi seseorang, mungkin tidak efektif bagi orang lain. Seseorang dengan disindir saja mungkin sudah tahu apa yang dimaksudkan, tetapi bagi orang lain mungkin perlu ditegur secara langsung sehingga baru tahu apa yang dimaksudkan oleh rekan kerjanya, atau pimpinannya.   

d.      Teory ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Aldefer
Teori ERG merupakan refleksi dai tiga dasar kebutuhan, yaitu:
1.      Existence needs, kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi pegawai, seperti makan, minum, pakaian, bernafas, gaji, keamanan kondisi kerja, fringe benefits.
2.      Relatedness needs, kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja.
3.      Growth needs, kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubugan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai.
e.      Teori Insting
Teori motviasi insting timbulnya berdasarkan teori evaluasi Charles Darwin. Beliau berpendapat bahwa tindakan yang intelligent merupakan refleksi dari instingtif yang diwariskan. Oleh karena itu, tidak semua tingkah laku dapat direncanakan sebelumnya dan dikontrol oleh pikiran.

f.        Teori Drive
Konsep Drive menjadi konsep yang tersohor dalam bidang motivasi sampai tahun1918. Woodworth menggunakan konsep tersebut sebagai energy yang mendorong organisasi untuk melakukan suatu tindakan. Kata Drive dijelaskan sebagai aspek motivasi dari tubuh yang tidak seimbang misalnya, kekurangan makanan mengakibatkan berjuang untuk memuaskan kebutuhannya agar kembali menjadi seimbang. Motivasi didefinisikan sebagai suatu dorongan yang membangkitkan untuk keluar dari ketidakseimbagan atau tekanan.
Clark L. Hull berpendapat bahwa belajar terjadi sebagai akibat dari reinforcement. Beliau berasumsi bahwa semua hadiah (reward) pada akhirnya didasarkan atas reduksi dan drive keseimbangan (home static drive).
Teori Hull dirumuskan secara sistematik yang merupakan hubungan antara drive dan habit strength.
Kekuatan motivasi = Fungsi (drive x habit)
Habit strenght adalah hasil factor-faktor reinforcement sebelumnya. Drive adalah jumlah keseluruhan ketidakseimbangan fisiologi atau (physiological imbalance) uang disebabkan oleh kehilangan atau kekurangan kebutuhan komoditas untuk kelangsungan hidup. Berdasarkan perumusan teori Hull tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi seorang pegawai sangat ditentukan oleh kebutuhan dalam dirinya (drive) dan faktor kebiasaan (habit) pengalaman kerja sebelumnya.

g.      Teori Lapangan
Teori lapangan merupakan konsep dari Kurt Lewin. Teori ini merupakan pendekatan kognitif untuk mempelajari perilaku dan motivasi. Teori lapangan lebih memfokuskan pada insting dan habit. Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari lapangan pada momen waktu. Kurt Lewin juga percaya pada pendapat ahli psikologi Gestalt yang mengemukakan bahwa perilaku ini merupakan fungsi dari seorang pegawai dengan lingkungannya.

3.       Disiplin Kerja
Simamora dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi III (2006 : 610) menyatakan bahwa :
“Disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam suatu organisasi”.

Menurut Alma (2003 : 186) mengatakan bahwa : “Disiplin dapat diartikan sebagai suatu sikap patuh, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik lisan maupun tertulis”.
Singodimejo dalam Sutrisno (2009 : 85) mengatakan bahwa disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya.
Sementara Sinungan (2003 ; 135) mendefinisikan disiplin sebagai : “Sikap kejiwaan dari seseorang atau sekelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti/mematuhi segala aturan/keputusan yang telah ditetapkan”.
Senada dengan pendapat di atas, Fathoni (2006 : 172) mengartikan disiplin sebagai : “Kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku”. Selanjutnya Fathoni menjelaskan  bahwa : “Kedisiplinan diartikan bilamana karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah sikap dan perbuatan guru dalam mentaati semua pedoman dan peraturan yang telah ditentukan untuk tercapainya tujuan organisasi. Disiplin berkaitan erat dengan perilaku karyawan dan berpengaruh terhadap kinerja.
Menurut Siagian dalam Sutrisno  (2009 : 86), bentuk disiplin yang baik akan tercermin pada suasana di lingkungan organisasi sekolah,
 yaitu:
1.      Tingginya rasa kepedulian guru terhadap pencapaian visi dan misi sekolah.
2.      Tingginya semangat, gairah kerja dan inisiatif para guru dalam mengajar.
3.      Besarnya rasa tanggung jawab guru untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
4.      Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solideritas yang tinggi di kalangan guru.
5.      Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Suatu asumsi bahwa pemimpin mempunyai pengaruh langsung pada sikap kebiasaan yang dilakukan karyawan. Kebiasaan itu dampak dari keteladanan yang dicontohkan oleh pimpinan. Oleh karena itu, jika mengharapkan karyawan memiliki tingkat disiplin yang baik, maka pemimpin harus memberikan kepemimpinan yang baik pula.
Menurut Singodimedjo dalam Sutrisno (2009 : 89), faktor yang mempengaruhi disiplin guru adalah :
1.      Besar kecilnya pemberian kompensasi.
2.      Ada tidaknya keteladanan kepala sekolah.
3.      Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan.
4.      Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan.
5.      Ada tidaknya pengawasan pimpinan.
6.      Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan.
7.      Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.
8.      Pengembangan struktur organisasi yang sehat.
9.      Adanya suatu program yang lengkap atau baik untuk memelihara semangat dan disiplin guru.
Disiplin merupakan fungsi operatif dari Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting, karena semakin baik disiplin karyawan semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang optimal. Pada umumnya apabila orang memikirkan tentang disiplin, yang terbayang adalah berupa hukuman berat, padahal hukuman hanya sebagian dari seluruh persoalan disiplin. Dengan disiplin kerja yang baik diharapkan akan terwujud lingkungan yang tertib, berdaya guna dan berhasil guna melalui seperangkat peraturan yang jelas dan tepat. Umumnya disiplin ini dapat dilihat dari indikator seperti : guru datang ke tempat kerja tepat waktu ; berpakaian rapih, sopan, memperhatikan etika cara berpakaian sebagaimana mestinya seorang pegawai; guru mempergunakan alat-alat dan perlengkapan sesuai ketentuan, mereka bekerja penuh semangat dan bekerja sesuai dengan aturan yang ditetapkan lembaga. Kebiasaan-kebiasaan di atas akan terwujud kalau para pegawainya mempunyai disiplin yang baik. Penanaman disiplin ini tentunya perlu diterapkan oleh seorang pemimpin terhadap bawahannya untuk menciptakan kualitas kerja yang baik.
Penerapan disiplin kerja di lingkungan kerja, memang awalnya akan dirasakan berat oleh para pegawai, tetapi apabila terus menerus diberlakukan akan menjadi kebiasaan, dan disiplin tidak akan menjadi beban berat bagi para pegawai. Disiplin ini perlu diterapkan di lingkungan kerja, karena seperti telah disinggung di atas bahwa disiplin tidak lahir begitu saja, tetapi perlu adanya pembinaan-pembinaan dalam menegakkan disiplin kerja ini.
Hal di atas sejalan dengan pendapat Moenir yang dikutif Dahyana (2001 : 11), bahwa  kondisi disiplin kerja pegawai tidak langsung tercipta begitu saja, melainkan harus ada kemauan dan usaha semua pihak terutama pihak pimpinan untuk menumbuhkan disiplin kerja. Sehubungan dengan itu, bagaimana mewujudkan disiplin kerja yang baik dalam organisasi.
Dalam memberikan kedisiplinan kepada bawahan seorang pemimpin mempunyai gaya yang berbeda-beda tergantung kepada kemampuan dan keilmuan yang dimiliki oleh pimpinan.
Selanjutnya Maryoto (2001: 98) mengatakan bahwa :
“Pimpinan dalam pembinaan disiplin terhadap bawahan harus memperhatikan : pengawasan yang berkelanjutan, mengetahui organisasi yang dipimpinnya, instruksi harus jelas dan tegas tidak membingungkan bawahan. Menurut prosedur kerja yang sederhana dan mudah dipahami, membuat kegiatan yang dapat menyibukkan anak buah”.

Disamping itu untuk membina selanjutnya telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, disebutkan ada tiga tingkatan dan jenis hukuman disiplin pada pegawai negeri sipil. Hukuman disiplin terdiri dari :
(1)               Hukuman disiplin ringan
(2)               Hukuman disiplin sedang, dan
(3)               Hukuman disiplin berat.
3.1.      Kinerja
Pengertian kinerja atau prestasi kerja pegawai menurut beberapa ahli memiliki pengertian yang sama namun para ahli lain mengatakan berbeda.
Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2007 : 2) menyampaikan bahwa :
“Kinerja (performance) adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi”.

Menurut Siswanto Bejo (2005 : 195) prestasi kerja adalah :

Hasil kerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja seorang tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, kesanggupan tenaga kerja yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Mangkunegara (2002 : 67), kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
            Mathis dan Jackson (2002 : 78) menyatakan bahwa unsur yang membentuk kinerja pegawai antara lain : kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif.
            Sementara Gomez (2001 : 142) mengemukakan unsur yang berkaitan dengan kinerja terdiri dari :
1.      Quantity of work, yakni jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan pada periode tertentu.
2.      Quality of work, yaitu kualitas pekerjaan yang dicapai berdasarkan syarat yang ditentukan.
3.      Job knowledge, yakni pemahaman pegawai pada prosedur kerjadan informasi teknis tentang pekerjaan.
4.      Creativeness, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi dan dapat diandalkan dalam pekerjaan.
5.      Cooperation, yaitu kerjasama dengan rekan kerja dan atasan.
6.      Dependability, yakni kemampuan menyelesaikan pekerjaan tanpa tergantung kepada orang lain.
7.      Inisiative, yakni kemampuan melahirkan ide-ide dalam pekerjaan.
8.      Personal qualities, yaitu kemampuan dalam berbagai bidang pekerjaan.   
            Dari berbagai pengertian kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja/ prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta tepat waktu. Wujud kinerja dapat dilihat dari tingkat prestasi kerja yang berupa hasil kerja, kemampuan dan penerimaan atas kejelasan delegasi tugas serta minat seorang pekerja.

4. Motivasi Kerja
Faktor yang tidak kalah pentingnya yang mempengaruhi kinerja guru adalah motivasi. Vroom dikutif Mulyasa (2006 : 136) menyampaikan bahwa :
            Performance = F (ability x motivasi)
Menurut  model ini kinerja seseorang merupakan fungsi perkalian antara kemampuan dan motivasi. Hubungan ini mengandung arti bahwa jika seseorang rendah pada salah satu komponen maka performancenya akan rendah pula. Dengan demikian jika motivasi rendah akan mengakibatkan kinerja yang rendah pula, namun sebaliknya jika motivasi tinggi akan meningkatkan kinerja yang tinggi pula.
Herzberg berpendapat bahwa ada faktor motivasional yang bersifat intrinsik dan faktor pemeiharaan yang bersifat ekstrinsik yang mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Termasuk faktor motivasional adalah prestasi yang dicapai, pengakuan, dunia kerja, tanggung jawab dan kemajuan. Termasuk ke dalam faktor pemeliharaan adalah hubungan interpersonal antara atasan dan bawahan, teknik supervisi, kebijakan administratif, kondisi kerja, dan kehidupan pribadi.
Baik faktor motivasional maupun faktor pemeliharaan berpengaruh besar terhadap motivasi seseorang. Meskipun demikian bukanlah sesuatu yang mutlak dapat dikuantifikasi, karena motivasi berhubungan dengan berbagai komponen yang sangat kompleks.
Masalah yang dihadapi oleh guru berbeda denga apa yang dihadapi oleh karyawan perusahaan. Guru, di samping menghadapi permasalahan dalam berhubungan dengan siswa, juga dalam berhubungan dengan kepala sekolah dan pejabat di atasnya. Proses belajar mengajar dalam organisasi sekolah mempunyai masalah tersendiri. Guru sekolah lanjutan pada umumnya berinteraksi dengan banyak siswa setiap hari pada situasi yang hampir sama dan terkadang bersifat pribadi, lebih-lebih guru borongan atau self-contained classroom.
            Dari uraian di atas maka faktor motivasional yang bersifat instrinsik dan faktor pemeliharaan yang bersifat ekstrinsik mempunyai pengaruh besar terhadap motivasi seseorang dan dapat dijadikan dimensi strandar pengukuran motivasi kerja guru.



5. Disiplin Kerja
Kedisiplinan kerja pegawai dalam suatu organisasi dapat dilihat dari sikap pegawainya. Sikap dan tingkah laku pegawai berpatokan pada kepatuhan dalam melaksanakan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Mematuhi peraturan berarti memberi dukungan positif pada organisasi dalam melaksanakan program-program yang telah ditetapkan, sehingga akan lebih memudahkan tercapainya tujuan organisasi.
Pegawai yang tertib dan disiplin, mentaati norma-norma dan peraturan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktivitas. Sebaliknya apabila pegawai atau karyawan dalam suatu organisasi tidak disiplin, maka akan sulit sekali melaksanakan program-programnya, sulit meningkatkan produktivitas dan sulit merealisasikan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Fathoni (2006 : 172) mengatakan bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
 Uraian  di atas mengandung arti  bahwa disiplin kerja adalah sikap dan perbuatan karyawan/guru dalam mentaati semua pedoman dan peraturan yang telah ditentukan untuk tercapainya tujuan organisasi. Disiplin berkaitan erat dengan perilaku karyawan dan berpengaruh terhadap kinerja.
 Selanjutnya Fathoni  menyatakan bahwa : ”Kedisiplinan diartikan bilamana karyawan selalu datang dan pulang tepat waktu, mengerjakan semua pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan (organisasi)  dan norma-norma sosial yang berlaku.” Pernyataan diatas mengandung arti bahwa indikator keberhasilan pelaksanaan disiplin pegawai pada suatu organisasi terlihat dari tingkat ketepatan waktu, tingkat kesadaran dalam bekerja dan tingkat kepatuhan kepada peraturan.
Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi, maka salah satu faktor yang sangat menentukan adalah terciptanya disiplin kerja para pegawainya dengan asumsi bahwa dalam suasana disiplinlah organisasi akan dapat melaksanakan program-program kerjanya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dimensi pengukuran disiplin kerja pada penelitian ini mengacu pada teori Fathoni yang menggunakan tiga kriteria pengukuran disiplin yaitu tingkat ketepatan waktu, tingkat kesadaran dalam bekerja dan tingkat kepatuhan kepada peraturan.

5.1.      Keterkaitan Motivasi Kerja dan Kinerja
Berdasarkan hasil penelitian Mc. Clelland, Edward Murray, Miller dan Gordon W. yang dikutif Mangkunegara (2005 : 104), menyimpulkan ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan pencapaian kinerja/prestasi kerja. Artinya pimpinan, manajer, dan pegawai mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mencapai prestasi yang tinggi, dan sebaliknya mereka yang kinerjanya rendah dikarenakan motivasi kerjanya rendah.
Pegawai dapat bekerja secara propesional karena pada dirinya terdapat motivasi yang tinggi. Pegawai yang memiliki motivasi yang tinggi biasanya akan melaksanakan tugasnya dengan penuh semangat dan energik karena ada motif-motif dan tujuan tertentu yang melatarbelakangi tindakan tersebut. Motif itulah sebagai faktor pendorong yang member kekuatan kepadanya, sehingga ia mau dan rela bekerja keras.
Pernyataan di atas didukung pernyataan Nawawi : “Pekerja yang berprestasi tinggi menyukai informasi sebagai umpan balik, karena selalu terdorong untuk memperbaiki dan meningkatkan kegiatannya dalam bekarja. Dengan demikian peluangnya untuk meningkatkan prestasi kerja akan lebih besar.” (Nawawi 2005 : 355).
Dari uraian di atas maka terdapat  keterkaitan antara motivasi kerja dengan kinerja guru. Artinya makin tinggi motivasi kerja  seorang guru maka makin tinggi pula hasil kinerja guru tersebut dan  sebaliknya guru yang kinerjanya rendah disebabkan motivasi kerjanya rendah.

2.2.    5.2      Keterkaitan Disiplin Kerja dan Kinerja
Di dalam seluruh aspek kehidupan, dimanapun kita berada, dibutuhkan peraturan dan tata tertib yang mengatur dan membatasi setiap gerak dan perilaku. Peraturan-peraturan tersebut tidak ada artinya jika tidak ada komitmen dan sangsi bagi pelanggarnya.
Disiplin di lingkungan kerja sangat dibutuhkan, karena akan menghambat pencapaian tujuan organisasi tersebut. Oleh karena itu, pegawai dengan disiplin kerja yang baik, berarti akan dicapai pula suatu keuntungan yang berguna baik bagi perusahaan maupun pegawai itu sendiri. Selain itu, perusahaan harus mengusahakan agar peraturan itu bersifat jelas, mudah dimengerti, adil bagi seluruh karyawan dan pimpinan.
Menurut Simamora (2006 : 610) menyatakan bahwa : “Disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur serta menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam suatu organisasi.”
Keith Davis (2003 : 129) menyatakan disiplin kerja sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman dipandang erat keterkaitannya dengan kinerja. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Malthis dan Jackson bahwa disiplin kerja berkaitan erat dengan perilaku karyawan dan berpengaruh terhadap kinerja.
Berdasarkan uraian di atas maka terdapat keterkaitan antara disiplin kerja dengan kinerja guru. Artinya makin tinggi disiplin kerja  seorang guru maka makin tinggi pula hasil kinerja guru tersebut. Demikian pula sebaliknya makin rendah disiplin kerja seorang guru maka makin rendah pula kinerja guru tersebut.


Davis, Keith dan John W. Newstrom, (1995), Perilaku dalam Organisasi, (Terjemahan Agus Darma), Jakarta: Erlangga.

Simamora, 1997.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Fathoni , Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006

Gomez Meija, D.B. Balkin dan R.L. Cardy, Manajing Human Resources, USA: Prentice Hall, 2001.

Kristiyanti Mariana, dengan judul  Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Nyonya Meneer Semarang, 2009

Listianto, Toni dan Setiaji, Bambang, Jurnal,Pengaruh Motivasi, Kepuasan, Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di Lingkungan Pegawai Kantor PDAM Kota Surakarta). 200
Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia,  Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005

Rahman, Peran Strategis Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, Jatinangor: Alqaprint, 2006
Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 1997
Utama Donny Prakasa, Pengaruh Disiplin Kerja Dan Sistem Kompesasi Pegawai Negeri Sipil Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Bagan Kepegawaian Negara, 2010